Cinta Picisan

“Sudah kulipat rasa cintaku pada perempuan, Anjani. Tak usah kamu membukanya lagi untukku” kata Desta dengan senyum dan rautyang tenang.
“Sampaikan saja pada Tiara, salam hormatku,” sambung Desta
Anjani hanya terdiam. Mulutnya tercekat. Ia Tak percaya kata kata itu keluar dari mulut Desta. Lelaki itu selama ini sudah seperti Arjuna, satria Pendawa yang tampan dan digandrungi para hawa. Sepengetahuan Anjani, kehidupan Desta tak pernah sepi dari perempuan. Pacarnya gonta ganti seperti mudahnya ganti menu sarapan pagi.
Kata kata Desta membuat misinya terasa gagal dimuka. Ia tak mampu menjadi duta yang baik bagi sahabatnya, Tiara, yang ingin memiliki Cinta Desta yang juga sahabatnya.
“Sejauh itu kamu punya pandangan atas cinta, Desta. Bagaimana mungkin hidup tanpa cinta” kata Anjani mencoba mempertanyakan pandangan sahabatnya.
“Apa hatimu telah dibuat patah oleh cinta, dan kau tak percaya lagi padanya?” sambung Anjani seperti tak percaya.
Desta menggelengkan kepalanya.
“Melipat cinta dari kehidupan itu suatu keputasan besar, Desta. Pasti itu terjadi juga karena ada peristiwa besar. Aku tak melihat ada peristiwa itu dalam dirimu.” Anjani seperti hendak mencari jejak pikiran sahabatnya yang sulit dipahami.
Desta berdiri dari kursinya. Ia berjalan beberapa langkah sambil kedua tangannya dimasukan dalam sakunya.
“Tempat ini jadi saksi perubahan sikapku,” kata Desta datar.
Anjani dan Desta adalah dua diantara empat sahabat lain yang bertemu sejak awal masuk kuliah. Satu sahabat bernama Dani sudah lulus sebelum masanya lantaran tergolong mahasiswa pintar. Satu sahabat lain pindah kampus menginjak tahun kedua. Keempat sahabat berbeda jurusan itu punya tempat bertemu disebuah resto lesehan dekat kolam ikan dan taman yang lumayan asri. Tempat itu sudah jadi langganan pertemuan mereka sejak empat tahun silam untuk berbagi apa saja.
“Aku tak paham, Desta. Ditempat ini tak pernah kudengar ada peristiwa besar. Kamu tak pernah cerita apapun,” kata Anjani tak mengerti.
Desta mengangguk angguk. Matanya mengarah pada kolam yang penuh ikan hias warna warni.
“Kamu selalu protes setiap kali aku putus cinta dan setiap aku ganti pacar, bukan begitu?” kata Desta sambil mengarahkan pandangan ke arah Anjani, sahabatnya.
Anjani mengangguk anggukkan kepalanya mencoba memahami kata kata Desta. Selama ini dia memang suka protes dan rewel terhadap hubungan cinta Desta.
“Ya, aku memang suka protes atas keputusan cintamu, Desta. Itu karena caramu mengambil keputusan seperti main main. Kamu terlalu menganggap remeh hati perempuan, itu sangat menyakiti..” sahut Anjani membela diri.
“Justru karena itu…” kata Desta
“…setelah kupikirkan masak masak, kamu benar. Terlalu banyak perempuan yang kusakiti dan lukanya pasti akan menyayat lama terobati,” terang Desta.
“Karena itu kamu melipat cintamu pada perempuan?” tanya Anjani.
“Ya, aku tak ingin ada luka baru. Satu perempuan, seperti katamu, adalah satu kehidupan. Aku telah merusak banyak kehidupan manusia.” Desta berkata penuh keyakinan sekaligus merasakan adanya penyesalan yang dalam.
“Tapi keputusanmu ekstrem, Desta.” Anjani mencoba mengusik pandangan Desta.
Tiba tiba Anjani merasa kagum atas perubahan sikap yang begitu besar pada sahabatnya. Ia tak mengira protesnya berkali kali itu akhirnya diterimanya. Tapi ia juga tak berharap perubahan sikap itu terjadi secara dramatis.
“Melukai satu kehidupan manusia tanpa alasan jelas itu tindakan ekstrem, Anjani. Seperti katamu, itu suatu kejahatan.” Desta kembali memperkuat pandangannya.
“Akan sampai kapan, kamu melipat cintamu?” tanya Anjani.
Desta menggelengkan kepalanya seperti tak tahu sampai kapan keputusannya akan beubah. Sejenak dia tak berkata kata. Rautnya seperti telah menanggung sesal yang begitu berat.
“Maafkan, jika protesku terlalu keras…” kata Anjani ikut merasa bersalah
“Tak perlu ada kata maaf, Anjani. Kamu sudah benar. Aku yang harusnya minta maaf tapi tidak tahu bagaimana caranya minta maaf pada orang orang yang sudah kulukai. Tapi sudahlah, biarkan aku dengan keputusanku,” kata Desta seperti ingin mengakhiri percakapan soal dirinya.
“Baiklah, aku menghormati keputusanmu. Bulan Depan, semoga selesai seluruh studiku. Aku mengundangmu berbincang lagi ditempat ini, mungkin untuk yang terakhir kali,” kata Anjani mengakhiri perbincangan.
Desta menganggukkan kepala meski tak memungkiri ada perasaan berat sahabat baiknya itu sebentar lagi akan meninggalkan dunia kampus. Anjani adalah sahabat yang menurutnya paling memahami kehidupannya dan paling didengar.
‐———
Seperti yang sudah dijanjikan, Anjani dan Desta ketemu lagi ditempat yang sama sebulan lalu. Anjani telah menyelesaikan seluruh tugas perkuliahan. Tinggal satu acara yang harus diikuti, wisuda. Sementara Desta masih terlihat menempuh jalan agak panjang karena urusan skripsi yang katanya masih berantakan.
“Kamu masih tetap dengan pendirianmu, Desta?” tanya Anjani setelah mereka sama sama duduk santai di kursi yang penuh sejarah dan kenangan.
“Ya, aku makin yakin dengan keputusanku. Kenapa kamu bertanya itu lagi?” jawab Desta sambil tersenyum mendengar kata sahabatnya seolah meragukan.
“Kali aja berubah,” tanya Anjani dengan senyum yang mengisaratkan keraguan
“Apa aku tak terlihat serius?” tanya Desta sambil melihat wajah temannya dengan mimik serius.
“Baiklah, aku percaya kamu serius. Tapi jangan melihatku seperti itu, aku jadi takut,” kata Anjani dengan senyum menggoda melihat mimik serius Desta.
“Kamu sih, tak percaya,” jawab Desta tiba tiba berbalik senyum melihat ulah Anjani.
Tak di pungkiri jika Desta sesungguhnya sangat mengagumi Anjani. Ia wanita yang menurutnya dewasa, pintar dan teguh pada pendirian. Konsentrasinya pada studi sepertinya tak memberi ruang pada urusan cinta. Tak pernah sedikitpun Anjani cerita ketertarikan pada seseorang, bahkan soal cinta. Menurut Desta, Anjani seperti telah melipat kehidupan cintanya sejak pertama kali mereka bersahabat. Cerita Anjani adalah cerita kehidupan dengan segala pernik yang jauh dari urusan cinta. Kalaupun cerita cinta, pasti reaksi terhadap kehidupan Desta. Itupun lebih banyak soal kritik dan nasehat.
“Ada cerita apa kamu mengajakku bertemu lagi ditempat ini?” tanya Desta dengan suara datar dan tenang.
“Ya, kan sebentar lagi aku wisuda. Dan setelah itu aku akan pergi dari sini entah kemana nanti. Kita tak akan lagi duduk bersama ditempat ini kecuali sesekali kalau aku kangen, entah kapan,” jawab Anjani sambil tersenyum.
Desta mengangguk angguk mendengar kata kata Anjani. Hatinya tiba tiba seperti terasa berat, karena waktu berpisah itu makin dekat dan itu artinya tak ada lagi sosok yang bisa diajak bicara dan memberi nasehat.
“Tak ada yang ingin kamu ceritakan atau kamu nasehatkan untukku sebelum kita nanti berpisah?” ucap Desta dengan hati yang terlihat berat.
Anjani tersenyum melihat sahabatnya seperti mengiba. Sesuatu yang tak biasanya.
“Ada satu hal saja yang ingin kukatakan padamu,” kata Anjani tersenyum sambil memandang wajah sahabatnya
“Apa itu?”
“Aku ingin membuka lipatan cintamu”
Desta tertegun mendengar pernyataan Anjani yang terasa aneh.
“Buat apa kau membukanya, itu sudah jadi keputusanku” kata Desta dengan mimik serius.
“Buatku…”
“Buatmu..?”
“Ya.. buatku”
“Aku tak paham, maksudmu”
Anjani tersenyum melihat sahabatnya yang masih dengan pikiran meraba.
“Jika kamu ijinkan, aku ingin membuka lipatan cintamu atau aku ingin berada bersamamu dalam lipatan cintamu” kata Anjani dengan tenang dan tetap dengan senyumnya.
Desta terlihat tegang mendengar kata kata Anjani. Ia tak percaya kalimat itu meluncur dari mulut sahabatnya.
“Kamu serius, Anjani?” tanya Desta tak percaya.
“Serius..” jawab Anjanj
“Itu tak mungkin, dan tak boleh terjadi” kata Desta dengan penuh keyakinan.
“Mengapa..”
“Aku tak ingin ada lagi luka karena sikapku, apalagi kamu, sahabatku yang kusayangi, tidak..”
Anjani mencoba tersenyum melihat sahabatnya bersikukuh dengan keputusannya.
“Kamu telah mengerti arti luka, dan tak mungkin lagi kamu akan membuat luka baru,” kata Anjani dengan ucapan yang tenang
“Tidak Anjani, aku merasa seperti katamu yang selalu kuingat, cintaku picisan,” kata Desta berusaha bertahan.
Desta merasa dibuat terheran heran. Sahabatnya yang sebenarnya dia kagumi dan selalu meremahkan cintanya tiba tiba ingin mendapatkan cintanya.
“Ya, cintamu picisan. Itu dulu. Sekarang kamu sudah berubah. Saat ini kamu tahu begitu berartinya hati perempuan dan kamu pasti akan menjaganya. Aku ingin jadi perempuan yang kamu akan menaruh hormat kepadanya,” kata Anjani
“Kamu yakin, aku telah berubah?” tanya Desta merasa tak yakin pada dirinya
Anjani hanya tersenyum, “Besarnya tekadmu adalah keinginan besarmu untuk berubah. Aku yakin itu”
“Dan jika kamu mengijinkan, aku akan membersamaimu dalam kehidupan barumu” sambung Anjani dengan penuh keyakinan.
Desta diam tak berkata kata. Tiba tiba dari wajahnya berubah senyum yang merekah, “Aku bahagia Anjani, bukalah lipatan cinta itu dan masuklah dalam kehidupan cintaku bersama cintamu..”
t9tgx6
aklnso