Era Mendidih Global

Panas. Gerah. Keringat basah.
Begitu kira-kira yang kita rasakan ketika matahari terik atau hari sedang terang tak berawan. Hawanya terasa menyengat. Apalagi ketika bersentuhan langsung dengan matahari, kulit serasa seperti terbakar.
Cuaca yang sedang tak bersahabat itu bukan hanya kita yang sedang mengalami. Hampir seluruh warga bumi sedang merasakannya. Keadaan suhu bumi yang sedang meningkat. Angkanya telah menembus batas yang diperkirakan, 1,5 derajat celcius. Satu kenaikan tertinggi sepanjang sejarah.
Sekjen PBB, Antonio Guterres tak lagi menyebut sebagai pemanasan global. Posisinya telah memasuki era mendidih global. Suatu keadaan bumi yang sedang tidak baik-baik saja.
Guterres memberi sinyal buruk atas perubahan iklim yang sedang terjadi. Ia menyebut sebagai Code Red Humanity (kode merah untuk kemanusiaan). Ini merupakan alarm peringatan keras.
Ada nada pesimisme banyak kalangan dunia terhadap pencegahan laju panas bumi. Berbagai kesepahaman dan kesepakatan bersama antar negara, rupanya tak cukup efektif mencegah panas bumi yang makin membara. Keadaannya makin tak terkendali. Kenaikan dua derajat celsius, sepertinya cepat atau lambat akan datang.
Pergerakan panas bumi dari 1,5 derajat celcius yang terus meningkat, itu artinya bumi akan alami panen bencana yang makin dahsyat. Cuaca ekstrem (panas atau dingin), badai, kekeringan, kebakaran hutan, kekurangan air, kenaikan permulaan air laut, tenggelamnya pantai, wabah penyakit dll, akan makin banyak menimpa warga bumi.
Bill Gates adalah seorang yang pesimis terhadap upaya pengendalian panas bumi. Pendiri Microsoft itu merasa menyerah dan menilai jadwal kiamat akibat perubahan iklim tak bisa dicegah. Species manusia benar-benar sedang dalam ancaman
Suara dunia tampaknya seragam. Alamat kesalahan adalah efek rumah kaca akibat penggunaan batubara dan bahan bakar fosil. Dunia tak menyinggung dibalik mengapa perilaku manusia tak berhenti melakukan perbuatan yang mengancam species manusia dipermukaan bumi.
Upaya mengurangi emisi karbon di seluruh dunia sebagai pencegahan peningkatan panas bumi hanyalah mengatasi hilir masalah. Sementara masalah utamanya adalah di hulu yang letak persisnya di kepala dan hati manusia.
Manusia modern tak mengoreksi pandangan konsep anthroposentrisnya yang menempatkan manusia sebagai pusat kehidupan dan alam hanyalah obyek. Pun manusia modern tak mengoreksi dan mengkritisi pandangan manusian homo economicus yang individualistis, egois dan selalu mengejar kenikmatan hodenis melalui ekaploitasi atas alam.
Pasti sulit mencegah manusia homo economucus menghentikan tangannya untuk menahan diri pada penguasaannya atas alam. Hampir mustahil mencegah manusia jenis homo economicus mengurangi kenikmatan hedonisnya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Kepuasan akan kepemilikan dan keuntungan yang sebesar-besarnya adalah nafas homo economicus.
Persoalannya bukan panas bumi yang tak bisa dikendalikan, tapi nafsu manusia yang tak terkendali. Itulah jalan buntu manusia modern abad 21. Mereka tak mampu menahan kehancuran bumi yang sudah dipelupuk mata akibat ulahnya sendiri. Kecerdasan dan kecanggihan sain dan teknologi tampak tak banyak bisa berbuat banyak.
Masalah utama manusia modern bukan di luar dirinya. Masalah esensial manusia modern ada di dalam dirinya. Bukan soal-soal yang sifatnya teknis, tapi soal paradigmatis. Pada pandangan dirinya sendiri dan pandangannya atas alam yang harus di revisi.