4f340928-54fb-4f96-85fb-0e34bfd45f98
Mengenangmu, Mr Clean
Pejabat ini kurang pintar memanfaatkan posisi. Apalagi berada di puncak jabatan yang dikenal amat ‘basah’. Telunjuknya bisa menyebut apa saja dan berapapun harganya pada masa itu, akan kesampaian, andai ia mau. Tapi ia tidak melakukannya. Satu senpun, kata koleganya, dia tak mau ambil kecuali yang memang haknya.
Bahkan ketika dia mendapat sesuatu yang menjadi haknya, itupun tak lantas diterimanya. Ada hak yang ia tolak atas nama kepantasan. Ceritanya, setelah ia lepas menjadi menteri, konon dia dapat jatah rumah yang menjadi haknya. Secara legal, rumah itu sah karena ada dasar peraturannya. Tapi dia menolak atas nama kepantasan. Rumah itu tak ada hubungan dengan apa yang dia kerjakan selama menjabat. Ia merasa tak pantas menerimanya.
Kala itu paska reformasi, sejumlah kalangan bergabung hendak membentuk lembaga swada masyarakat. Si mantan pejabat itu salah satunya. Dalam satu rapat, karena tak ada modal biaya, salah seorang mengusulkan untuk mengambil ‘jatah’ rumah yang sebenarnya sah itu untuk modal organisasi. Maka naik pitamlah mantan pejabat itu. Ia mengancam akan pulang kalau urusan rumah itu diungkit.
Ia malah melelanng bekas mobil dinas miliknya. Hasil lelang itu untuk biaya operasional lembaga yang didirikannya. Namanya Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), yang dia dipercaya jadi ketua pertama kali.
Pejabat itu bernama Marie Muhammad. Ia menjabat Dirjen Pajak (1988-1993) dan Menteri Keuangan (1993-1998). Sebuah jabatan basah dan prestis. Bisa dibayangkan, ketika pegang kendali dua posisi itu, rasanya tak ada yang tak bisa dimiliki. Tapi Marie Muhammad pegang amanah itu dengan segenap integritasnya. Sampai akhir jabatannya tak ada indikasi korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang terkait dirinya.
Lantaran integritasnya itu, keluarganya tak bisa sembarangan memanfaatkan fasilitas negara yang diberikan kepadanya. Anaknya ke sekolah mesti naik angkutan umum. Istrinya yang ketua dharma wanita konon tak diijinkan menggunakan fasilitas kantor. Pernah kegiatan dibubarkan meski yang menyelenggarakan isterinya. Hal tak lazim pada masa itu.
Lebih tak ‘masuk akal’ lagi saat dia sebagai pejabat mendapat anugrah mahaputra, satu penghargaan bagi putra terbaik anak bangsa. Mobilnya dicegat petugas saat masuk istana gegara menggunakan mobil kijang butut. Petugas baru mengijinkan masuk istana, ketika penumpang di dalam mobil membuka kaca jendala dan menunjukan wajahnya.
Mantan Dirjen Pajak dan Menteri keuangan aktif pada masa itu hanya menggunakan kijang butut ke Istana? Sungguh tak masuk akal untuk dinamika kehidupan pejabat masa itu. Apalagi masa kini, di mana pejabat tak malu pamer kekayaan.
Saat menjadi dirjen pajak ia juga tak peduli terhadap siapapun. Jangankan pengusaha, dengan Presiden saja waktu dia tak takut. Bersama timnya, ia datangi rumah presiden di Jalan Cendana untuk mengukur tanah sebagai data wajib pajak. “Tak peduli presiden atau pengusaha, soal keharusan membayar pajak, tidak ada pengecualian. Paling tidak selama saya jadi Dirjennya,” ujar Mar’ie Muhammad.
Karena integritas dan kesungguhannya, pernah ia selama menjabat mendapat pemasukan pajak sebesar 19 trilyun, sementara target pajak hanya 9 trilyun. Itu mengapa ia dijuluki Mr.clean. Pak bersih. Sosok legenda antikorupsi di Indonesia. Menjaga tetap ‘bersih’ dilingkungan korup masa orde baru.
Saya mengenal Pak Marie saat bergabung di MTI pada tahun 2002. Kesan saya, waktu pertama kali bertemu dengannya, ia sosok serius. Sebagaimana yang banyak ditemui di TV, mimik muka dan pandangan matanya yang tajam, terlihat sosok serius. Tapi begitu sering bertemu dan berdiskusi, Pak Marie juga seorang jenaka. Ia sosok yang humanis dan terbuka. Ia bisa bercanda, berdiskusi, mendengar bahkan tak berat membenarkan lawan bicara pada staf yang masih muda-muda.
Kesan lain saya sama Pak Marie, beliau seorang aktivis tulen. Sejak kuliah hingga usianya menuju senja, ia terus berkiprah dan berusaha berkontribusi untuk negerinya. Di kantor MTI kami biasa berdiskusi hingga larut malam bahkan kadang dini hari membahas isu kenegaraan atau masalah-masalah sosial. Sebagian hasil diskusi kita buat paper untuk rekomendasi pihak-pihak berwenang. Saya masih sempat kala itu mengikuti pembahasan perihal amandamen UUD perubahan dan diskusi pendirian lembaga KPK. Kami yang muda-muda ini juga pernah ditemani Pak Marie menemui pimpinan MPR kala itu untuk menyampaikan hasil rekomendasi MTI.
Akhirnya saya paham, ketika dia memberi nasehat pada koleganya, bahwa kita ini mesti bersyukur dengan terbentuknya Indonesia. Kita mesti jaga, jangan kotori republik ini dengan perilaku korup.
Menurut saya, dalam menjalankan tugasnya sebagai birokrat dan pejabat, Pak Marie menganggap semua pengabdiannya tak hanya sebagai amanah, tetapi juga sebagai bagian sikap kecintaan dan nasionalisme terhadap bangsanya. Ia bersyukur dengan Indonesia, dan berusaha menjaganya.
Saya amat bersyukur, bahwa saya sempat menemui tokoh legendaris itu. Bahwa ternyata ada dan bisa menjaga integritas serta sikap antikorupsi saat masih menggenggam jabatan. Bahwa tetap sederhana dan profesional dalam mengemban amanat itu bukan khayalan dan dongeng. Dan satu hal lagi, bekerja penuh dedikasi atas nama kecintaan bangsanya itu ada, nyata dan bisa.
(Pak Marie, saya mengenangmu lagi, saat republik yang kamu cintai ini saat ini sepi teladan)
Maret 2022