Negeri Paling Bahagia di Dunia

Gemini_Generated_Image_jlfyxsjlfyxsjlfy
Saat penyiar TV itu menyiarkan bencana banjir langsung di lokasi kejadian. Ia berdiri sambil pegang mic di tengah genangan air yang sudah sampai perutnya. Pesan pada penonton mungkin langsung sampai. Bahwa banjir itu nyata dan mungkin juga untuk mengetuk hati para pihak untuk turun beri bantuan.
‘Drama’ penyiaran itu terasa unik dan kontras. Kameramen menangkap gambar tak jauh dari tempat kejadian itu, lelaki paruh baya bersama seorang anak sedang bermain air dengan wajah penuh kegembiraan. Derai tawa menghias diantara mereka seolah genangan air itu tempat bermain menyenangkan.
Pemandangan seperti itu tak asing. Di banyak lokasi pengungsian bencana, dalam tangkapan kamera, wajah penuh senyum dan tawa masih mudah ditemui. Bahkan kejadian ketika perahu Tim SAR yang bergerak menolong sejumlah orang di atas genting, saat banjir nyaris menenggelamkan rumah mereka, masih ada senyum dan lambaian tangan ke arah kamera. Raut derita dan kesedihan itu seperti sudah larut terbawa arus air.
Apakah orang-orang itu tak bersedih atau menderita oleh bencana yang sedang menimpanya?;
Secara alamiah dan normal, mereka pasti akan sedih dan menderita. Tapi ekspresi senyum dan tawa itu, menunjukkan betapa orang-orang itu begitu cepat memberi reaksi positif atas keadaan. Mereka punya cara pandang dan kemampuan mental tertentu untuk memberi makna pada tiap peristiwa.
Sederhananya, dalam kondisi apapun, bahkan situasi ekstrem seperti bencana, suasana hati mereka terjaga oleh cara pandang mereka yang positif atas keadaan. Mereka ‘narimo’ atas keadaan. Mereka percaya pada yang sudah ‘mengatur’ ini semua.
Kemampuan memberi makna ini merupakan jenis ‘keterampilan’ yang lahir dari mata air kebudayaan tua yang telah menyatu dalam kehidupan. Kondisi itu yang membuat masyarakat punya bantalan jiwa yang sangat elastis dalam menghadapi situasi apapun. Mereka akan selalu berada dalam pusaran makna yang membuatnya ‘survive’ dalam situasi apapun.
Kondisi ini mungkin bisa menjelaskan, mentapa Indonesia menjadi negara paling bahagia di dunia dalam hal kebahagiaan. Survei yang dilakukan peneliti dari Universitas Harvard, sebuah kampus ternama dan sangat otoritatif dalam keilmuan, menempatkan Indonesia pada posisi teratas dalam hal kebahagiaan.
Hasil itu tentu mengejutkan. Peneliti Harvad tak menempatkan negara-negara maju dengan tingkat penghasilan tinggi masyarakatnya, sebagai yang teratas. Amerika, satu negara yang menjadi kiblat kemajuan dunia hanya berada diurutan 12. Pun Inggris berada jauh dibawahnya.
Tapi semua itu tak ada yang aneh. Peneti Harvad tak mengukur kebahagian dengan kepemilikan materi. Kebahagiaan itu diperluas setidaknya tujuh variabel yang secara bersama-sama mendefinisikan kesehatan, kebahagiaan, makna, karakter, hubungan, keamanan finansial, dan kesejahteraan spiritual.
Dari ketujuh ukuran itu mayoritas soal ‘rasa’, soal ruang jiwa, soal batin. Pada posisi ini, riset itu menjadi bisa dipahami, karena soal rasa dan batin, bangsi ini punya kekayaan batin tak terbatas. Meski tampilan luar, apalagi jika dilihat dengan ukuran modern (kapitalisme) tampak menyedihkan dan penuh derita.
Tapi di kedalaman batin, mereka amat kaya. Datanglah ke tempat manapun dipelosok negeri ini, di perkampungan yang mungkin kumuh dan tak layak. Tapi lihat warganya, pandang kerumunan orangnya, lihat wajah-wajahnya, maka akan segera tampak pemandangan ‘indah’, manusia yang amat santai menikmati kehidupan keseharian. Mereka kayak orang modern yang setelah bekerja keras melepas penat.
Tapi begitulah bangsa ini, punya manusia dengan ketangguhan mental yang luar biasa. Mereka akan menjalani kehidupan dengan caranya. Tak peduli ada badai yang menerpa. Tak peduli dengan gejolak situasi politik apapun yang tak memberikan keperpihakan padanya. Bahkan mungkin tanpa negara, kehidupan mereka akan jauh lebih baik.

1 thought on “Negeri Paling Bahagia di Dunia

Comments are closed.