Puisi Di Pagi Buta

Puisi Indah di Pagi Buta
Saya mendatangi angkringan itu saat hari baru saja berganti. Penjualnya sepasang suami istri yang sudah tua. Mereka melayani beberapa orang pelanggan, termasuk saya yang baru saja datang.Angkringan di depan terminal itu memang sudah biasa menjadi langganan setiap kali saya turun dari bus dan hendak berganti jurusan. Ada menu tumpang yang menurut saya cukup menggoyang lidah. Saya selalu mencicipinya, meski hanya setengah porsi saja.
Pagi itu, seorang lelaki muda datang menemui penjual. Ia menunjukkan beberapa bungkus minuman dan makanan yang telah dibelinya, agar si bapak penjual menghitung kembali. Dengan wajah sedikit tegang, bapak tua itu menghitung satu per satu.
Ternyata, hasil hitungan menunjukkan ada selisih: jatuhnya lebih murah. Dugaan si pembeli benar—ia merasa ada yang salah dari total harga makanan yang dibelinya. Menurutnya, itu terlalu murah. Pembeli itu kemudian membayar selisih kekurangannya, lalu pergi menghilang di kegelapan.
Peristiwa kecil itu membuat hatiku terharu. Adegan sesama wong cilik itu memberi pelajaran tentang arti kepantasan dan kepedulian. Pembeli itu bisa saja tak perlu repot datang kembali. Pun si penjual tua mungkin tak terlalu memikirkan barangnya yang sudah laku.
Tapi hati si pembeli itu barangkali tak tenang. Ia tak ingin melakukan sesuatu yang tidak wajar. Atau mungkin ia tak ingin si penjual merugi, sehingga ia rela datang kembali.
Di tengah gerak zaman yang kian egois dan tak peduli pada sesama, peristiwa pagi itu menurut saya adalah sebuah puisi indah.
Ada hati yang bicara, merangkai bait-bait kehidupan yang semakin langka:
Ada bait kejujuran,
ada bait ketulusan,
ada bait kepekaan hati,
dan ada bait kepedulian.
https://shorturl.fm/0B3sQ
https://shorturl.fm/YizEQ
https://shorturl.fm/rWAa9