unnamed (36)
Manusia Dan Hakekat Pembangunan
Kita mulai pembahasan manusia dari pandangan psikologi humanistik. Sebuah pendekatan untuk memahami manusia sehat sebagai puncak pencapaian. Hal ini termasuk dalam konteks pembangunan. Dengan alasan apa pun, cita-cita pembangunan harus menjadikan manusia sehat sebagai subjek sekaligus pusat perhatian utama.
Menurut Maslow, salah satu pemuka psikologi humanistik, dinamika manusia bergerak untuk memenuhi kebutuhan. Pertama, dia menyebut kebutuhan paling dasar sebagai kebutuhan fisiologis. Ini mencakup kebutuhan primer seperti sandang, pangan, dan papan. Tidak harus berlebihan, namun setidaknya kebutuhan ini terpenuhi.
Setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, manusia bergerak ke tahap berikutnya: rasa aman. Manusia cenderung mencari stabilitas dan perlindungan untuk keberlangsungan hidup. Kebutuhan ini meliputi keamanan fisik, emosional, finansial, dan sosial. Percuma terpenuhi kebutuhan pangan dan papan jika hidup di bawah tekanan, ancaman, atau konflik.
Tahapan berikutnya adalah kebutuhan cinta dan kasih sayang. Kebutuhan ini tidak terbatas pada hubungan laki-laki dan perempuan, tetapi mencakup persahabatan, kehidupan keluarga yang harmonis, dan hubungan sosial yang hangat. Carl Rogers menyebutnya sebagai rasa saling memiliki dan mengerti sepenuh hati antar sesama manusia.
Setelah itu, manusia membutuhkan penghargaan. Mereka butuh pengakuan dan apresiasi dari sesamanya. Intinya, seseorang ingin diakui keberadaannya dan dihargai. Tidak ada manusia yang menginginkan dirinya dianggap tidak berarti atau tidak dirindukan.
Tahapan terakhir adalah aktualisasi diri. Ini adalah kebutuhan tertinggi untuk mencapai potensi penuh dan menjadi versi terbaik dari diri sendiri. Menurut Maslow, manusia yang teraktualisasi telah mencapai potensi maksimal mereka dan hidup sesuai nilai, tujuan, serta kemampuan terbaik yang mereka miliki.
Manusia yang telah mencapai aktualisasi diri adalah manusia yang “selesai,” tidak lagi merasa “mencari”. Kehidupan mereka tumbuh dan berkembang seperti bunga yang mekar dan mewangi. Mereka mencerminkan harmoni antara aspirasi pribadi dan kontribusi sosial. Mereka juga menjalani hidup yang autentik, otonom dan seperti yang kemukakan Viktor Frankl, penuh makna.
Jika harus merumuskan model manusia sehat dan ‘paripurna’, gambaran Maslow tentang manusia yang tercerahkan (aktualisasi diri) dapat dijadikan rumusan tujuan, termasuk dalam pembangunan.
Dalam konteks pembangunan, semua kebijakan harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dari yang paling dasar hingga mencapai puncak kemanusiaan. Di sinilah hakikat pembangunan ditempatkan.
Pembangunan tidak boleh hanya fokus pada aspek ekonomi semata. Masalah ekonomi memang harus dijadikan capaian dasar dengan ukuran teknis seperti pendapatan per kapita atau pertumbuhan ekonomi. Namun, pada saat bersamaan, negara juga harus menjawab kebutuhan lain, seperti menciptakan rasa aman bagi warga, mempererat kohesi sosial, mendorong kehidupan masyarakat yang guyub dan hangat, serta memastikan keharmonisan keluarga sebagai benteng sosial.
Saat ini, gagasan dan kebijakan pembangunan cenderung berhenti pada pemenuhan kebutuhan fisiologis. Ekonomi menjadi panglima pembangunan, dan ukuran material dijadikan puncak pencapaian. Keberhasilan pembangunan dinilai dari angka-angka dan benda-benda. Akibatnya, kehidupan manusia lebih berorientasi pada materi.
Sementara itu, kebutuhan manusia lain yang seharusnya terpenuhi justru terabaikan. Ikatan sosial semakin renggang karena iklim sosial yang cenderung individualistis. Kehidupan keluarga seringkali terkoyak, karena perhatian lebih banyak terfokus pada pencapaian materi. Sesama warga menjadi semakin saling asing, masing-masing sibuk menyelamatkan kehidupan dirinya sendiri.
Ketika pencapaian materi menjadi tujuan kolektif, dampak sosialnya sebagian orang akan merasa kalah dalam persaingan, perasaan tersingkir, dan teralienasi. Ujungnya, banyak yang mengalami tekanan mental seperti stres, depresi, bahkan bunuh diri.
Selain itu, generasi muda lebih memilih hidup bebas dan menghindari pernikahan atau memiliki anak karena alasan biaya ekonomi. Fenomena ini meski dalam kehidupan saat ini makin biasa, tapi secara manusia dan kemanusiaan yang sehat merupakan sesuatu yang buruk dan mengerikan. Dan fenomena itu telah telah terjadi di negara yang kini maju secara ekonomi seperti Korea, Jepang, dan Cina. Di negara ini warganya enggan menikah atau punya anak, termasuk alami tekanan mental karena lingkungan yang berorientasi materi.
Erich Fromm mengkritik kehidupan yang materialistik dan individualistik seperti ini sebagai kesesatan. Menurutnya, tidak mungkin manusia mencapai kebahagiaan hanya dengan bergantung pada materi, seberapa pun jumlahnya. Manusia akan eksis dan tumbuh bahagia ketika terjadi ikatan-ikatan yang mendalam.
Oleh karena itu, pembangunan harus dimulai dengan pandangan yang menyeluruh tentang manusia. “Menjadi manusia” dengan segala pemenuhannya adalah tujuan pembangunan. Dari sini, berbagai kebijakan teknis harus dirumuskan hingga ke tingkat pelaksanaan.
Hal lain tak kalah penting menjadi perhatian, gerak pembangunan, karena tujuannya adalah manusia, maka pendekatan yang dilakukan haruslah manusiawi (humanis) dan bukan pendekatan yang sifatnya managerial dan program. Pendekatan kemanusiaan, harus dilakukan sejak merumuskan visi pembangunan, menyusun narasi, kemudian membuat perencanaan, hingga dalam pelaksanaannya dilapangan. Dari sinilah, hakekat pembangunan terjadi, baik secara proses maupun hasil yang dicapai.
Januari 2025

1 thought on “Manusia & Pembangunan

  1. Tulisan yang mencerahkan dan menghidupkan nalar dan kearifan bagi manusia manusia merdeka yang merasa terpanggil untuk terus menggemakan kebenaran dan keadilan meski harus merasakan luka dan kepahitan hingga akhir… sehat selalu Pak Guru Adib

Comments are closed.