Memahami Kehebatan Anak

Memahami Kehebatan Anak
Di Indonesia, belajar bahasa Inggris memiliki tantangan tersendiri. Mulai dari jenjang Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi, pelajaran bahasa Inggris diajarkan secara formal. Namun, kemampuan berbahasa Inggris siswa masih dirasa jauh dari kata terampil. Sementara itu, anak-anak kecil di Amerika sudah fasih berbahasa Inggris sejak usia dini.
Ungkapan ini sering terdengar jenaka, seolah membandingkan anak-anak di Amerika dengan anak-anak Indonesia. Tentu saja anak-anak di Amerika lancar berbahasa Inggris, karena itu memang bahasa ibu mereka. Namun sesungguhnya, ini bukan sekadar lelucon. Ungkapan itu menyingkap kenyataan bahwa anak-anak memiliki kecakapan luar biasa dalam belajar bahasa.
Bayangkan seorang anak asal Amerika pindah ke Jakarta dan bergaul dengan anak-anak sebaya di sana. Kemungkinan besar, dalam waktu yang relatif singkat, ia akan mulai menguasai bahasa Indonesia secara alamiah. Jika kemudian anak tersebut pindah lagi ke Jepang dan berinteraksi dengan lingkungan di sana, besar kemungkinan ia juga akan menguasai bahasa Jepang. Anak-anak mampu mempelajari berbagai bahasa dengan lebih cepat dan alami dibandingkan orang dewasa. Fenomena ini berlaku umum pada anak-anak, dari mana pun asalnya.
Kemampuan ini bukanlah keajaiban. Di usia anak, terdapat struktur otak tertentu yang berkaitan erat dengan fungsi bahasa. Struktur ini berfungsi sangat optimal pada masa kanak-kanak, dan akan menurun efektivitasnya seiring bertambahnya usia.
Bukan hanya bahasa. Hampir semua potensi manusia sebenarnya berkembang paling pesat pada masa anak-anak, terutama bila diberi stimulasi dan perlakuan yang tepat. Jika merujuk pada sembilan kecerdasan manusia menurut teori Howard Gardner, seluruh potensi tersebut dapat dikembangkan secara optimal pada masa ini.
Glenn Doman, peneliti asal Amerika yang mendirikan The Institute for the Achievement of Human Potential di Philadelphia pada tahun 1955, telah memperkenalkan pendekatan pendidikan sejak bayi. Ia meyakinkan publik bahwa membaca dan matematika bisa diajarkan sejak usia dini. Terdengar ekstrem, namun metodenya lahir dari penelitian panjang. Ia menemukan bahwa otak bayi berkembang sangat cepat ketika diberi rangsangan dan kesempatan bergerak. Oleh karena itu, stimulasi sebaiknya dimulai sejak lahir.
Sejarah mencatat banyak tokoh berbakat dari berbagai belahan dunia, dengan prestasi luar biasa di bidang musik, olahraga, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Saat ditelusuri, ternyata banyak dari mereka telah mendapatkan pengasuhan dan pengembangan potensi secara serius sejak masa anak-anak.
Lalu, apakah orang dewasa tidak bisa lagi mengembangkan potensi secara maksimal? Tentu bisa. Namun, prosesnya tidak akan secepat dan seefektif jika dilakukan sejak usia anak. Pada titik ini, penting dipahami bahwa anak bukanlah “orang dewasa bertubuh kecil”, melainkan individu dalam tahap perkembangan paling pesat sepanjang hidupnya. Setelah masa ini, perkembangan umumnya akan melambat dan stabil. Dengan kata lain, potensi yang dikembangkan pada masa dewasa adalah kelanjutan atau “sisa” dari potensi yang tumbuh saat anak-anak.
Karena besarnya potensi yang dimiliki, usia anak disebut sebagai golden period—masa emas perkembangan manusia yang tidak bisa diulang (irreversible). Pada masa inilah pendidikan usia dini menjadi sangat penting dan menentukan. Mereka yang mampu mengelola masa ini dengan baik, cenderung memiliki landasan kuat untuk menghadapi masa remaja dan dewasa.
Setidaknya ada tiga pihak utama yang bertanggung jawab dalam masa emas ini. Pertama, keluarga, yang sering disebut sebagai “sekolah pertama”, terutama karena kedekatan anak dengan ibu. Kedua, lingkungan rumah dan lembaga pendidikan anak usia dini, seperti kelompok bermain dan taman kanak-kanak. Ketiga, institusi pendidikan formal, khususnya sekolah dasar.
Keberhasilan pendidikan secara keseluruhan sangat ditentukan oleh perlakuan pada masa awal perkembangan anak, terutama oleh ketiga pihak tersebut. Setelah masa ini, pendidikan cenderung berperan sebagai penyempurna potensi yang telah tumbuh sebelumnya.
Sayangnya, masih banyak pihak yang kurang memberi perhatian serius pada fase ini. Perkembangan anak sering hanya difokuskan pada aspek fisik, sementara aspek lain seperti emosi, sosial, dan kognitif justru terabaikan. Tak jarang, masa emas ini berlalu tanpa pemanfaatan yang optimal. Padahal, kehebatan anak adalah anugerah yang tak akan pernah datang dua kali.
April 2021