Menuju Ekonomi Humanistik

Menuju Ekonomi Humanistik
Dinamika perkembangan ekonomi, dalam bentuk dan tahap apapun, sejatinya merupakan fungsi langsung dari pandangan manusia tentang dirinya sendiri. Model manusia menjadi titik tolak dari asumsi-asumsi perilaku dan sistem hukum yang menopang seluruh struktur ekonomi. Ketika homo economicus—manusia yang diasumsikan sebagai makhluk rasional, egoistik, dan selalu mengejar kepuasan pribadi—dijadikan dasar pijakan, maka arah perkembangan ekonomi akan mengikuti watak model itu: bersaing ketat, mengeruk sumber daya sebesar-besarnya, dan menomorduakan nilai-nilai solidaritas.
Model tersebut kemudian menjelma menjadi tulang punggung sistem kapitalisme global, yang menjanjikan kemakmuran melalui pertumbuhan dan akumulasi. Namun, dalam praktiknya, sistem ini justru memupuk ketimpangan sosial, memperluas jurang kaya-miskin, dan membentuk struktur masyarakat yang tidak adil. Ketika kekuatan ekonomi dikuasai oleh segelintir elit, dan sumber daya dikomodifikasi semata-mata demi profit, maka konflik sosial, krisis lingkungan, bahkan adu kekuatan militer menjadi keniscayaan. Persaingan yang dipuja, perlahan berubah menjadi pertarungan eksistensial antarmanusia.
Sebaliknya, bila fondasi sistem ekonomi dibangun dari pandangan humanistik tentang manusia—sebagai makhluk sosial, bermoral, dan saling tergantung satu sama lain—maka wajah ekonomi yang dihasilkan pun akan berbeda. Ekonomi humanistik memandang manusia tidak hanya sebagai agen rasional pencari untung, melainkan sebagai makhluk yang memiliki nurani, empati, dan tanggung jawab terhadap sesama dan alam semesta.
Dalam ekonomi humanistik, indikator kemajuan tak semata-mata diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB), pertumbuhan, atau keuntungan finansial, melainkan juga dari kualitas hidup, kesetaraan, kohesi sosial, dan kelestarian lingkungan. Tujuan utamanya bukan hanya pemenuhan kebutuhan individu, melainkan terciptanya kehidupan yang bermartabat bagi semua orang. Distribusi kekayaan menjadi perhatian serius. Keberpihakan pada kelompok rentan dan marginal dijadikan prinsip etis utama dalam merancang kebijakan.
Alih-alih mengejar akumulasi kapital, ekonomi humanistik mendorong regenerasi sumber daya, pelestarian komunitas lokal, dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Koperasi, ekonomi solidaritas, bisnis sosial, serta inisiatif-inisiatif berbasis komunitas menjadi contoh konkret dari sistem ekonomi yang menghormati manusia dan bumi sebagai satu kesatuan.
Ekonomi humanistik tidak hanya menuntut perubahan kebijakan dan praktik ekonomi, tetapi lebih mendasar lagi: ia menuntut perombakan terhadap pandangan dasar atas manusia itu sendiri. Sistem ekonomi yang baru harus dibangun di atas fondasi antropologi yang baru pula—yakni manusia sebagai makhluk yang saling terhubung, peduli, dan memiliki tanggung jawab kolektif atas masa depan bersama.
Dengan demikian, ekonomi humanistik juga menuntut lahirnya teori-teori baru dan hukum-hukum baru yang merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan. Hukum permintaan dan penawaran yang netral dan mekanistik perlu dilengkapi dengan hukum berbasis etika distribusi dan keberlanjutan. Teori tentang keuntungan maksimal perlu ditinjau ulang dalam kerangka kesejahteraan bersama. Bahkan konsep efisiensi perlu didefinisikan ulang, tidak hanya sebagai pengurangan biaya, tetapi juga sebagai pemanfaatan sumber daya yang adil, lestari, dan berkeadaban.
Untuk itu, ekonomi humanistik perlu dikembangkan sebagai disiplin ilmu baru yang mandiri—dengan landasan filsafat manusia yang kuat dan pendekatan interdisipliner. Perguruan tinggi perlu menjadi pelopor pengembangan ini, menyusun kurikulum, melakukan riset, dan membentuk jejaring akademik lintas bidang. Lebih jauh, hasil dari pemikiran ekonomi humanistik perlu menjadi dasar dalam perumusan kebijakan negara, terutama dalam pembangunan sosial, pendidikan, dan tata kelola lingkungan.
Krisis global saat ini—mulai dari pemanasan global, ketimpangan ekonomi, krisis kesehatan, hingga disintegrasi sosial—semakin menunjukkan bahwa model ekonomi lama sudah tidak memadai. Diperlukan perubahan paradigma. Ekonomi tidak bisa lagi dipisahkan dari etika dan kemanusiaan. Dalam konteks ini, ekonomi humanistik bukan sekadar utopia, tetapi merupakan kebutuhan zaman. Ia adalah respons atas kerapuhan sistem lama, sekaligus jalan baru untuk membangun dunia yang lebih adil dan berkelanjutan.
Langkah menuju ekonomi humanistik bukan hanya perlu, melainkan mendesak. Masa depan umat manusia bukanlah milik sistem yang menciptakan keterasingan, tetapi milik sistem yang menghidupkan kembali relasi antar manusia dalam semangat welas asih dan keadilan. Di situlah masa depan ekonomi yang sejati, di situ masa depan manusia.
k6pxco
c5rp7v
Hello,
We have a promotional offer for your website pijarnurani.com.
Unlimited Evergreen Traffic: Submit up to 30 posts every month, for life, and enjoy a never-ending stream of targeted traffic to your affiliate offers.
Level the Playing Field: Whether you’re a newbie or a seasoned marketer, our platform gives you the edge you need to succeed.
Build Your Empire: Effortlessly grow your email list, promote unlimited affiliate products, and drive sales through the roof.
Promote ANYTHING: Review affiliate products, promote your own products, local businesses, social media – the possibilities are endless!
Unleash Powerful Features: Enjoy robust profile features, easy post editing/removal, seamless social sharing, and everything you need to dominate.
The Ultimate Traffic Weapon: Tap into our unique, high-quality traffic generation engine that works 24/7 on complete autopilot.
See it in action: https://goldsolutions.pro/FreePostZone
You are receiving this message because we believe our offer may be relevant to you.
If you do not wish to receive further communications from us, please click here to UNSUBSCRIBE:
https://goldsolutions.pro/unsubscribe?domain=pijarnurani.com
Address: 209 West Street Comstock Park, MI 49321
Looking out for you, Ethan Parker