Pesan Ayah

Pesan dari Ayah
Dengarlah pesan Ayah, Nak. Sebagai seorang dokter, kamu tidak bisa hanya melihat pasien dari penyakitnya. Pun tidak bisa penglihatanmu hanya tertuju pada jenis sakitnya. Pasien yang datang padamu adalah sosok manusia. Seperti dirimu, kamu harus melihat dia sebagai manusia dengan segala keutuhannya.
Banyak dokter—seperti yang Ayah alami, atau seperti yang kebanyakan orang alami—tidak menganggap pasien sebagai manusia yang utuh. Perasaannya dingin. Ia seperti tukang bengkel yang hanya memperbaiki bagian yang rusak. Tak lebih. Hubungannya mekanistik. Tak ada manusia di situ. Tak ada hati dan relasi rasa.
Lebih rendah lagi hubungan itu, ketika dokter hanya melihat pasien sebagai benda ekonomis. Yang dilihat dari kening pasien adalah banderol angka. Banyak pasien artinya pundi-pundi.
Tapi begitulah pandangan dunia kedokteran, Nak. Sama halnya dengan ilmu lain yang merujuk pada sains modern. Paradigmanya reduksionistis, mekanistis, dan materialistis. Mereka memandang manusia dan alam seperti mesin besar yang tersusun dari komponen-komponen kecil. Saintis modern—termasuk dalam bidang kedokteran—gagal melihat dimensi keutuhan. Alam dan manusia tidak lebih dari sekumpulan onderdil mesin yang bisa diambil satu bagiannya, kemudian diutak-atik.
Ayah tak ingin melihatmu seperti itu. Kamu, Nak, lihatlah pasienmu seperti kamu bertemu Ayah. Sambut dia sebagai manusia yang penuh perhatian, rasa, dan cinta. Berikan yang terbaik, dan bahagiakanlah dirimu karena telah membuat dia bahagia—terlepas dari rasa sakitnya.
Kini, setelah purna semua tugas belajar dan pengabdianmu, berbuatlah dan bekerjalah untuk kemanusiaan. Seperti cita-cita umumnya anak-anak pada masa Ayah dulu: menjadi dokter karena sebuah tugas mulia—bisa menolong banyak orang. Bukan karena yang lain.
Selamat bertugas, Nak. Semoga sukses dan penuh keberkahan.
Des, 2023
https://shorturl.fm/aIPsV
5duy08
https://shorturl.fm/lWrk2
https://shorturl.fm/BWWGA
https://shorturl.fm/PWu5H