Keluarga Tradisional

Keluarga Tradisional, Pendidikan dan Kartini
Perempuan sering diposisikan minor dalam kehidupan sosial. Oleh kebudayaan ia sering ditempatkan sebagai ‘konco wingking’, yang urusannya tak jauh dari kasur, dapur dan sumur. Persisnya ditempatkan pada urusan ‘belakang’.
Posisi perempuan macam ini sering dinilai sebagai subordinat, atau peran kelas dua. Sebuah posisi yang tak egaliter alias tidak setara. Para pejuang emansipasi modern membaca situasi ini sebagai bentuk dominasi laki laki atas perempuan.
Hari hari ini keberadaan keluarga tradisional kian pudar. Perempuan dalam kehidupan keluarga modern mendapat posisi dan ‘tahta’ baru yang egaliter. Perempuan punya kedudukan dan kesempatan yang sama dengan laki laki dalam berbagai hal seperti pendidikan, mencari nafkah dan tampil aktif dalam berbagai kehidupan sosial. Peran dan posisi strategis tak jarang banyak dipegang perempuan. Para pejuang feminis bisa tersenyum lebar saat ini bahwa banyak perempuan bukan hanya tampil setara tapi bahkan mampu memenangi ‘kompetisi’ atas laki laki.
Di pihak lain, ada sisi yang makin hilang dari keluarga modern dengan tingginya intensitas perempuan aktif di luar rumah. Salah satunya soal pendidikan anak. Keberadaan anak bukan semata makhluk biologis yang posisinya sekedar untuk meneruskan keturunan. Keberadaan anak juga berkaitan dengan kualitas manusia dan nasib sebuah generasi. Semua keluarga mengharapkan anak tumbuh dengan kualitas terbaiknya. Hal ini akan terkait bukan hanya soal kebutuhan fisik tapi juga nutrisi mental dan intelektual yang secara keseluruhan disebut sebagai pendidikan.
Pada posisi ini baik pandangan tradisional maupun modern memiliki kesamaan bahwa pendidikan anak sangat penting. Utamanya pada perkembangan usia dini, kebutuhan pendidikan anak menjadi amat sentral dan menentukan. Semua bangunan pendidikan dimulai pada usia dini, yakni sejak manusia dilahirkan hingga memasuki tahap perkembangan selanjutnya. Pada tahap awal perkembangan ini semua fundasi kehidupan manusia dibentuk baik fisik, mental maupun intelektual. Gagal berhasil perkembangan fisik mental manusia banyak ditentukan pada masa perkembangan awal ini.
Disitulah pendidikan keluarga menjadi penting dan menentukan. Keluarga posisinya menjadi sekolah pertama dan utama kehidupan manusia dan posisi itu tak tergantikan.
Tokoh penting dalam pendidikan keluarga adalah orang tua, utamanya ibu. Kedudukan ibu sangat menentukan dalam keberhasilan pendidikan anak lantaran sosok ibu telah ‘mengasuh’ anak sejak dalam kandungan. Secara naluriah ibu akan punya ikatan batin yang kuat pada anaknya sehingga posisi ini menjadi modal utama dalam pendidikan. Bahwa ibu adalah pihak paling relevan dalam pendidikan anak merupakan alasan yang sangat masuk akal.
Secara fundamental, keluarga tradisional punya posisi yang lebih baik dalam pendidikan anak dibanding keluarga modern. Intensitas sosok perempuan yang bernama ibu pada keluarga tradisional memungkin institusi pendidikan pertama itu berjalan lebih terjamin. Kelemahan utama pada keluarga tradisional adalah pengetahuan perenpuan. Andai sosok ibu dalam keluarga tradisional mendapatkan pemenuhan pengetahuan, maka institusi pendidikan keluarga akan menjadi berkualitas.
Disinilah letak penting Kartini dalam memperjuangkan harkat perempuan. Ia begitu gigih memperjuangkan perlunya perempuan mendapatkan pendidikan yang layak. Salah satu alasannya karena ia bagian penting dalam pendidikan keluarga khususnya pendidikan anak. Mendidik laki laki artinya mendidik seorang diri, sedangkan mendidik perempuan berarti mendidik keluarga. Dan disitu kata kata Sukarno menjadi relevan, wanita adalah tiang negeri.
Selamat Hari Kartini
April 2021